Sejarah Romawi Kuno Adalah
Zaman kekaisaran – pemerintahan para dominus
Pada tahun 284 M, Diocletianus dimasyhurkan sebagai imperator oleh angkatan bersenjata kawasan timur. Diocletianus memulihkan kekaisaran dari krisis, melalui perubahan haluan politik dan ekonomi. Suatu bentuk pemerintahan yang baru pun dibentuk, yakni tetrarchia (catur rajya). Wilayah Kekaisaran Romawi dibagi menjadi empat bagian, dua di kawasan barat dan dua di kawasan timur, masing-masing diperintah oleh seorang kaisar. Keempat serangkai yang pertama adalah Diocletianus (di timur), Maximianus (di barat), serta dua orang kaisar-muda, yakni Galerius (di timur) dan Flavius Constantius (di barat). Demi memperbaiki perekonomian negara, Diocletianus melakukan sejumlah pembaharuan perpajakan.[130]
Diocletianus mengusir bangsa Persia yang merajalela di Suriah, dan menaklukkan sejumlah suku barbar bersama Maximianus. Diocletianus meniru banyak perilaku raja-raja Dunia Timur, misalnya mengenakan perhiasan dari mutiara serta berjubah dan berterompah kencana. Setiap orang yang menghadap kaisar pun diwajibkan bersujud menyembah seturut adat Dunia Timur, yang belum pernah dipraktikkan di Roma sebelumnya.[131] Diocletianus tidak lagi berpura-pura bahwa negara masih berbentuk republik, sebagaimana yang dilakukan kaisar-kaisar pendahulunya semenjak Augustus berkuasa.[132] Antara tahun 290 dan tahun 330, setengah lusin kota ditetapkan menjadi ibu kota baru oleh kaisar-kaisar empat serangkai, baik secara resmi maupun tidak, yakni Antiokhia, Nikomedia, Tesalonika, Sirmium, Milan, dan Trier.[133] Diocletianus juga bertanggung jawab atas aksi aniaya besar-besaran terhadap umat Kristen pada masa pemerintahannya. Pada tahun 303, Diocletianus dan Galerius memulai aksi aniaya tersebut, memerintahkan penghancuran rumah-rumah ibadat dan kitab-kitab agama Kristen, serta mengharamkan peribadatan Kristen.[134] Diocletianus turun takhta pada tahun 305 M bersama-sama dengan Maximianus. Dengan demikian, ia adalah Kaisar Romawi pertama yang melepaskan jabatannya. Masa pemerintahannya menyudahi era pemerintahan kaisar-kaisar pendahulunya, yakni pemerintahan para princeps (ketua), dan mengawali era pemerintahan yang baru, pemerintahan para dominus (tuan besar).
Seni rupa, musik, dan sastra
Langgam lukis Romawi menunjukkan pengaruh-pengaruh Yunani. Karya-karya seni lukis Romawi yang sintas sampai sekarang lebih banyak berupa fresko-fresko penghias dinding dan lelangit vila-vila di daerah pedesaan, kendati kesusastraan Romawi menyebut-nyebut pula tentang lukisan-lukisan pada kayu, gading, dan benda-benda lain.[225][226] Berdasarkan sejumlah peninggalan karya seni lukis Romawi yang ditemukan di Pompeii, para sejarawan seni rupa membagi sejarah seni lukis Romawi menjadi empat kurun waktu dengan langgamnya masing-masing. Langgam I digunakan sejak permulaan abad ke-2 SM sampai permulaan atau pertengahan abad pertama SM. Lukisan-lukisan langgam I kebanyakan berupa tiruan permukaan pualam dan dinding batu, kendati adakalanya ditambahi gambar sosok-sosok mitologi.
Langgam II mulai digunakan sejak permulaan abad pertama pra-Masehi, dan merupakan usaha untuk menampilkan gambar bangunan serta pemandangan yang terkesan hidup dan bermatra tiga. Langgam III muncul pada masa pemerintahan Augustus (27 SM – 14 M). Langgam ini menolak realisme khas langgam kedua, dan lebih mengutamakan hiasan sederhana. Gambar-gambar bangunan, pemandangan, maupun nirmana mujarad dibuat dalam ukuran kecil dan ditempatkan di tengah-tengah latar belakang ekawarna. Langgam IV bermula pada abad pertama tarikh Masehi. Langgam ini banyak menampilkan gambar-gambar peristiwa dalam mitologi, tetapi masih mempertahankan detail arsitektur dan corak-corak mujarad.
Seni pahat potret kala itu menampilkan rupa dan perawakan manusia berusia muda dan sikap-sikap tubuh klasik, dan kelak berkembang menjadi campuran antara realisme dan idealisme. Pada zaman wangsa Antonina dan zaman wangsa Severana, patung-patung potret dengan helai rambut dan janggut yang dipahat dan digurdi sedemikian rupa sehingga tampak jelas mulai disukai orang. Seni pahat relief juga mengalami kemajuan, dan lazimnya menampilkan gambar-gambar kemenangan bangsa Romawi.
Kesusastraan Latin sejak semula sudah sangat dipengaruhi oleh karya-karya pujangga Yunani. Sejumlah karya tulis perdana yang masih lestari sampai sekarang adalah syair-syair wiracarita yang berkisah tentang permulaan sejarah militer Roma. Seiring pertambahan luas wilayah Republik Romawi, para pujangga mulai menghasilkan syair-syair, risalah-risalah sejarah, sandiwara-sandiwara jenaka, dan sandiwara-sandiwara sedih.
Seni musik Romawi banyak sekali mencontoh seni musik Yunani, dan memainkan peranan penting dalam berbagai segi kehidupan masyarakat Romawi.[227] Di lingkungan militer, alat-alat musik semisal tuba (terompet panjang) atau cornu (mirip korno Prancis) digunakan untuk membunyikan aba-aba, sementara bucina (mungkin semacam terompet atau korno) dan lituus (mungkin semacam terompet panjang berbentuk huruf J), digunakan dalam upacara-upacara kemiliteran.[228] Musik ditampilkan sebagai selingan pertunjukan laga di amphitheatrum (gelanggang terbuka) dan dipentaskan di odeum (sasana gita). Pertunjukan-pertunjukan musik di kedua tempat ini menggunakan cornu dan hydraulus (semacam organ air).[229]
Sebagian besar upacara keagamaan melibatkan musik, yakni permainan tibiae (seruling kembar) dalam upacara-upacara kurban, permainan ceracap dan rebana dalam upacara-upacara orgia (pemujaan beramai-ramai dalam keadaan setengah siuman), serta permainan kerincingan dan pelantunan gita puja dalam berbagai macam upacara.[230] Sejumlah sejarawan musik yakin bahwa musik digunakan dalam hampir semua upacara umum bangsa Romawi,[227] tetapi masih ragu-ragu perihal apakah para musisi Romawi punya andil penting dalam perkembangan teori atau praktik bermusik.[227]
Grafiti, rumah-rumah bordil, lukisan-lukisan, serta patung-patung yang ditemukan di Pompeii dan Herculaneum menyiratkan bahwa budaya bangsa Romawi sarat dengan urusan syahwat.[231]
Boga Romawi Kuno berubah seiring perjalanan sejarahnya yang begitu panjang. Budaya makan bangsa Romawi dipengaruhi oleh imbas kebudayaan Yunani, pergeseran politik dari kerajaan ke republik dan dari republik ke kekaisaran, serta ekspansi besar-besaran Kekaisaran Romawi yang membuka mata bangsa Romawi terhadap aneka budaya makan baru dan cara memasak baru dari daerah-daerah jajahan. Mula-mula jenis hidangan yang disantap masyarakat Romawi tidak banyak berbeda dari satu kalangan ke kalangan lain, tetapi keadaan ini berubah seiring pertumbuhan kekaisaran. Laki-laki maupun perempuan minum anggur saat bersantap. Kebiasaan ini masih lestari hingga sekarang.[232]
Constantinus dan agama Kristen
Constantinus naik takhta menjadi salah seorang dari empat serangkai pada tahun 306. Ia berulang kali memerangi ketiga rekannya. Pertama-tama Maxentius ia tundukkan pada tahun 312. Pada tahun 313, ia menerbitkan Maklumat Milan, yang menjamin kebebasan umat Kristen untuk mengamalkan ajaran agamanya.[135] Constantinus akhirnya memeluk agama Kristen, sehingga perbawa agama Kristen pun terdongkrak. Ia memulai usaha kristenisasi Kekaisaran Romawi dan Eropa, yang baru dituntaskan oleh Gereja Katolik pada Abad Pertengahan. Ia dikalahkan orang Franka dan orang Alemani pada kurun waktu 306–308. Pada tahun 324, ia menundukkan Licinius, salah seorang rekannya sesama kaisar, dan akhirnya menyatukan kembali kekuasan atas seantero wilayah Kekaisaran Romawi seperti pada masa sebelum Diocletianus berkuasa. Sebagai kenang-kenangan akan kejayaannya, dan demi kepentingan agama Kristen, Constantinus membangun kembali kota Bizantium dan mengganti namanya menjadi Nova Roma (Roma Baru), tetapi tak lama kemudian kota ini pun lazim dikenal dengan julukannya dalam bahasa Yunani, yakni Konstantinopolis (Kota Constantinus).[136][137]
Masa pemerintahan Iulianus, kaisar yang berusaha menghidupkan kembali agama asli Romawi dan Yunani akibat dipengaruhi penasihatnya, Mardonius, hanyalah jeda singkat dalam kurun waktu pemerintahan kaisar-kaisar Kristen. Konstantinopolis menjadi ibu kota baru Kekaisaran Romawi. Roma memang sudah kehilangan arti pentingnya semenjak timbul Krisis Abad Ketiga. Mediolanum menjadi ibu kota wilayah barat dari tahun 286 sampai tahun 330, sebelum Kaisar Honorius menetapkan Ravenna menjadi ibu kota yang baru pada abad ke-5.[138] Kebijakan Constantinus untuk melakukan tata ulang moneter dan pembaharuan tata usaha negara, yang mampu mempersatukan kembali seantero wilayah Kekaisaran Romawi di bawah pemerintahan satu orang kaisar, serta usahanya membangun kembali kota Bizantium telah menimbulkan perubahan besar pada kurun waktu pertengahan Abad Kuno.
Rujukan dan keterangan
This item is eligible for free replacement, within 10 days of delivery, in an unlikely event of damaged, defective or different/wrong item delivered to you. .
Please keep the item in its original condition, original packaging, with user manual, warranty cards, and original accessories in manufacturer packaging for a successful return pick-up.
If you report an issue with your Furniture,we may schedule a technician visit to your location. On the basis of the technician's evaluation report, we will provide resolution.
Returnable if you’ve received the product in a condition that is damaged, defective or different from its description on the product detail page on Amazon.in.
In certain cases, if you report an issue with your Air Conditioner, Refrigerator, Washing Machine or Microwave, we may schedule a technician visit to your location. On the basis of the technician's evaluation report, we'll provide a resolution.
Octavianus dan Triumviratus II
Terbunuhnya Gaius Iulius Caesar menimbulkan kekacauan politik dan sosial di Roma. Tanpa kepemimpinannya selaku diktator, pemerintahan Roma dijalankan oleh sahabat sekaligus rekan kerjanya, Marcus Antonius. Tak lama kemudian, Octavius, anak angkat Gaius Iulius Caesar berdasarkan surat wasiatnya, tiba di Roma. Octavianus (para sejarawan menyamakan Octavius dengan Octavianus berdasarkan tata nama orang Romawi) berusaha merapat pada kubu pro mendiang Caesar. Pada tahun 43 SM, bersama Marcus Antonius dan Marcus Aemilius Lepidus, sahabat karib mendiang,[52] ia membentuk persekutuan Triumviratus II melalui undang-undang. Persekutuan ini direncanakan berlaku sampai lima tahun. Saat Triumviratus II terbentuk, 130–300 orang senator dieksekusi mati, dan harta kekayaan mereka disita, karena diputus bersalah telah mendukung komplotan Liberator.[53]
Pada tahun 42 SM, senatus memasyhurkan kedewataan Gaius Iulius Caesar dengan gelar Divus Iulius (Dewata Iulius), sehingga Octavianus selaku ahli warisnya pun disebut Divi Filius (Putra Dewata).[54] Pada tahun yang sama Octavianus dan Marcus Antonius berhasil mengalahkan para pembunuh Gaius Iulius Caesar sekaligus pemimpin komplotan Liberator, yakni Marcus Iunius Brutus dan Gaius Cassius Longinus, dalam Pertempuran Filipi. Triumviratus II terkenal dengan proscriptio, maklumat pelaknatan sebagai musuh negara, yang diterbitkannya bagi banyak senator dan tokoh-tokoh kaum eques. Selepas pemberontakan adik Marcus Antonius, Lucius Antonius, lebih dari 300 orang senator dan tokoh kaum eques yang terlibat dieksekusi mati pada hari Idus Martiae, kendati Lucius Antonius sendiri tidak dieksekusi mati.[55] Triumviratus II mengeluarkan maklumat pelaknatan terhadap sejumlah tokoh penting, termasuk Marcus Tullius Cicero, orang yang dibenci Marcus Antonius;[56] Quintus Tullius Cicero, adik Marcus Tullius Cicero; dan Lucius Iulius Caesar, saudara sepupu sekaligus sahabat Gaius Iulius Caesar yang mendukungMarcus Tullius Cicero. Kendati demikian, Lucius Iulius Caesar akhirnya diberi pengampunan, mungkin atas permintaan kakaknya yang bernama Iulia, ibu dari Marcus Antonius.[57]
Triumviratus II membagi-bagi wilayah kekuasaan Republik Romawi menjadi daerah-daerah kekuasaan ketiga anggotanya. Marcus Aemilius Lepidus mendapatkan Provinsi Afrika, Marcus Antonius mendapatkan provinsi-provinsi di sebelah timur, sementara Octavianus tetap tinggal di Italia serta memerintah atas Hispania dan Galia. Masa ikatan persekutuan Triumvirat II berakhir pada tahun 38 BC tetapi diperbaharui untuk lima tahun lagi. Kendati demikian, sudah hubungan baik antara Octavianus dan Marcus Antonius sudah retak, dan Marcus Aemilius Lepidus dipaksa mengundurkan diri pada tahun 36 SM setelah mengkhianati Octavianus di Sisilia. Pada akhir masa ikatan persekutuan, Marcus Antonius tinggal di Mesir, yang kala itu merupakan sebuah kerajaan merdeka lagi makmur di bawah pemerintahan kekasih Marcus Antonius, Ratu Kleopatra VII. Hubungan asmara Marcus Antonius dan Ratu Kleopatra dipandang sebagai pengkhianatan terhadap negara, karena Kelopatra adalah kepala negara asing. Selain itu, Marcus Antonius dinilai kelewat berfoya-foya dan terlampau keyunani-yunanian bagi seorang pejabat negara Republik Romawi.[58] Setelah peristiwa Penghibahan di Aleksandria, yang membuat Ratu Kleopatra mendapatkan gelar "Ratu Segala Raja", dan anak-anak Marcus Antonius dari Kleopatra mendapatkan gelar penguasa atas daerah-daerah di sebelah timur yang baru saja ditaklukkan, pecah perang antara Octavianus dan Marcus Antonius. Octavianus menghancurkan kekuatan tempur Mesir dalam Pertempuran Aktion pada tahun 31 SM. Marcus Antonius dan Kleopatra mati bunuh diri. Mesir ditundukkan di bawah kedaulatan Romawi, dan suatu zaman baru pun bermula bagi bangsa Romawi.
Tata susila dan budi pekerti
Sama seperti peradaban-peradaban kuno lainnya, peradaban Romawi Kuno juga memiliki konsep-konsep tata susila dan budi pekerti yang jauh berbeda dari anutan masyarakat Zaman Modern, kendati ada pula unsur-unsur yang sama. Peradaban-peradaban masa lampau seperti Romawi Kuno senantiasa dibayang-bayangi ancaman serangan suku-suku perampok, sehingga wajar jika peradaban-peradaban ini memiliki budaya kewiraan, dan sangat menghargai kecakapan bertempur.[219] Jika masyarakat Zaman Modern menganggap belas kasihan sebagai kebajikan, maka masyarakat Romawi Kuno justru menganggapnya sebagai kebejatan akhlak. Malah salah satu tujuan utama digelarnya pertunjukan laga gladiator adalah untuk membuat rakyat kebal terhadap kelemahan ini.[219][220][221] Kendati demikian, bangsa Romawi Kuno sangat menghargai keberanian dan ketabahan (virtus), rasa tanggung jawab terhadap sesama, ugahari dan irit (moderatio), pengampunan dan tenggang rasa (clementia), sifat tegas (severitas), serta sifat berbakti (pietas).[222]
Bertolak belakang dari anggapan umum, masyarakat Romawi Kuno sesungguhnya memiliki norma-norma penertib berahi yang tegas dan berakar kuat, kendati seperti banyak masyarakat lain, kaum perempuanlah yang lebih banyak dibebani aturan. Kaum perempuan pada umumnya diharapkan untuk bersuami hanya sekali seumur hidup (univira), kendati norma ini tidak begitu dipatuhi oleh perempuan-perempuan kalangan atas, terutama pada zaman kekaisaran. Kaum perempuan diharapkan untuk tampil santun di muka umum, menghindari dandanan yang mencolok, setia berbakti kepada suami (pudicitia), dan diharapkan mengenakan kerudung demi menjaga sopan santun. Sanggama di luar ikatan perkawinan pada umumnya dipandang keji, baik bagi laki-laki maupun perempuan, bahkan diharamkan pada zaman kekaisaran.[223] Kendati demikian, praktik pelacuran diperbolehkan dan diatur dengan undang-undang.[224]
Berakhirnya zaman republik
Seusai mengalahkan Makedonia dan Kekaisaran Wangsa Seleukos pada abad ke-2 SM, orang Romawi menjadi bangsa yang paling unggul di Laut Tengah.[40][41] Penaklukan kerajaan-kerajaan Helenistik ini kian mendekatkan budaya Romawi dengan budaya Yunani, sehingga membuat para petinggi Romawi meninggalkan peri kehidupan khas orang desa, lalu mulai bergaya hidup mewah dan berperilaku layaknya warga kota besar. Dari sudut pandang militer, Roma kala itu adalah sebuah kekaisaran yang padu, dan tidak punya musuh besar.
Dominasi asing menimbulkan pertikaian di dalam negeri. Para senator menggelembungkan pundi-pundi pribadi dengan mengisap kekayaan provinsi-provinsi jajahan. Para prajurit, yang kebanyakan adalah petani-petani kecil, harus menjalani masa bakti yang lebih lama di luar negeri sehingga ladang-ladang mereka terbengkalai. Meningkatnya ketergantungan terhadap tenaga budak belian dan pertambahan jumlah latifundium mempersempit peluang kerja bagi tenaga kerja upahan.[42][43]
Pendapatan negara dari jarah, merkantilisme di provinsi-provinsi baru, dan sistem ijon menciptakan peluang-peluang ekonomi baru bagi para hartawan, sehingga muncullah suatu golongan baru dalam masyarakat, yakni kalangan saudagar yang disebut Eques (kesatria).[44] Lex Claudia (Undang-Undang Claudius) melarang anggota-anggota senatus untuk berkiprah di bidang perniagaan, sehingga kendati kaum Eques secara teori boleh menjadi anggota senatus, kiprah mereka di bidang politik sangat dibatasi.[44][45] Senatus tak henti-hentinya berbantah-bantahan, berulang kali menghalangi usaha-usaha reformasi agraria yang penting, dan menolak memberi peluang yang lebih besar bagi kaum Eques untuk urun rembuk dalam urusan pemerintahan.
Gerombolan-gerombolan warga kota pengangguran, yang dikendalikan oleh senator-senator yang saling bersaing, mengintimidasi para pemilih dengan kekerasan. Keadaan semacam ini mencapai puncaknya pada akhir abad ke-2 SM, manakala Gracchus bersaudara, dua orang tribun adik-beradik, memperjuangkan pengesahan dan penerapan undang-undang reformasi pertahanan, yang mengatur tentang pembagi-bagian kembali tanah-tanah milik kaum Patricius kepada kaum Plebs. Gracchus bersaudara tewas dibunuh orang, dan senatus meloloskan rancangan undang-undang baru yang mementahkan kembali semua jerih payah Gracchus bersaudara.[46] Peristiwa ini menimbulkan keretakan hubungan yang terus melebar di antara kaum Plebs (kubu populares) dan kaum Eques (kubu optimates).
Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla
Gaius Marius, seorang homo novus, yang belum lama terjun ke bidang politik berkat sokongan keluarga Metellus, tampil menjadi salah seorang tokoh pemimpin Republik Romawi, ketika terpilih menjadi consul untuk pertama kalinya pada tahun 107 SM, setelah mengemukakan bahwa mantan induk semangnya, Quintus Caecilius Metellus Numidicus, tidak mampu mengalahkan dan meringkus Iugurtha, Raja Numidia. Sesudah terpilih, Gaius Marius pun mulai melaksanakan usaha-usaha reformasi di bidang militer. Ketika membentuk pasukan dalam rangka memerangi Iugurtha, ia merekrut para warga termiskin (suatu inovasi), dan banyak pula warga tak berlahan yang diterima menjadi prajurit. Kebijakan semacam ini memupuk kesetiaan bala tentara pada senapati. Seumur hidupnya, Gaius Marius terpilih menjadi consul sebanyak tujuh kali. Belum pernah ada orang sebelum Gaius Marius yang terpilih kembali menjadi consul sampai tujuh kali.
Ketika itulah Gaius Marius mulai bertikai dengan Lucius Cornelius Sulla. Gaius Marius, yang hendak menangkap Iugurtha, meminta Bocchus, menantu Iugurtha sendiri, untuk menyerahkan Iugurtha kepadanya. Ketika niat Gaius Marius tidak tercapai, Lucius Cornelius Sulla, yang kala itu adalah salah seorang perwira bawahan Gaius Marius, nekat menerjang bahaya demi dapat bertatap muka secara langsung Bocchus dan berhasil membujuknya untuk untuk menyerahkan Iugurtha. Keberhasilan Lucius Cornelius Sulla sangat menggusarkan Gaius Marius karena sekian banyak seterunya terus-menerus memanas-manasi Lucius Cornelius Sulla untuk menentangnya. Kendati demikian, Gaius Marius tetap saja terpilih menjadi consul sampai lima kali berturut-turut dari tahun 104 sampai dengan tahun 100 SM, karena Roma masih membutuhkan kehadiran seorang pemimpin militer untuk menundukkan orang Kimbri dan orang Teuton, yang mengancam ketenteraman Roma.
Sesudah Gaius Marius pensiun, Roma untuk beberapa waktu lamanya dapat menikmati masa damai. Pada kurun waktu inilah para socius (sekutu) di Italia meminta pengakuan dan hak suara selaku rakyat Republik Romawi. Tokoh pembaharu, Marcus Livius Drusus, mendukung pengabulan permintaan mereka melalui undang-undang tetapi ia tewas dibunuh orang, dan para socius bangkit memberontak melawan Roma dalam Perang Sekutu. Ketika kedua consul gugur, Gaius Marius diangkat menjadi panglima perang bersama-sama dengan Lucius Iulius Caesar dan Lucius Cornelius Sulla.[47]
Seusai Perang Sekutu, Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla menjadi tokoh-tokoh militer terkemuka di Roma, dan para pendukung mereka saling berseteru memperebutkan kekuasaan. Pada tahun 88 SM, Lucius Cornelius Sulla terpilih menjadi consul untuk pertama kalinya, dan tugas perdananya adalah mengalahkan Mitridates VI dari Pontus, yang berniat menguasai bagian timur dari wilayah kekuasaan bangsa Romawi. Kendati demikian, para pendukung Gaius Marius berhasil memperjuangkan pengangkatannya menjadi senapati di luar kemauan Lucius Cornelius Sulla maupun senatus, sehingga mengobarkan amarah Lucius Cornelius Sulla. Demi mengukuhkan kekuasaannya sendiri, Lucius Cornelius Sulla mengambil suatu langkah yang mengejutkan sekaligus melanggar hukum, yakni memimpin perbarisan legiun-legiunnya menuju Roma, membunuh semua orang yang menunjukkan keberpihakan pada Gaius Marius, menancapkan kepala korban-korbannya pada galah, lalu dipajang di Forum Romanum. Pada tahun berikutnya, yakni tahun 87 SM, Gaius Marius, yang tadinya lari menghindari aksi militer Lucius Cornelius Sulla, pulang ke Roma selagi Lucius Cornelius Sulla sibuk berperang di Yunani. Ia merebut kekuasaan bersama-sama dengan consul Lucius Cornelius Cinna, membunuh consul yang satunya lagi, yakni Gnaeus Octavius, dan menjadi consul untuk ketujuh kalinya. Dengan maksud membangkitkan amarah Lucius Cornelius Sulla, Gaius Marius dan Lucius Cornelius Cinna membantai orang-orang yang mendukung Lucius Cornelius Sulla sebagai bentuk balas dendam atas pembantaian para pendukung Gaius Marius.[47][48]
Gaius Marius wafat pada tahun 86 BC, karena usia yang sudah lanjut maupun akibat kondisi kesehatan yang memburuk, hanya beberapa bulan sesudah merebut kekuasaan. Lucius Cornelius Cinna berkuasa mutlak sampai wafat pada tahun 84 SM. Sepulangnya dari medan perang di bagian timur wilayah kekuasaan Romawi, Lucius Cornelius Sulla dengan leluasa mengukuhkan kekuasaannya. Pada tahun 83 SM, untuk kedua kalinya ia memimpin perbarisan menuju Roma dan meneror seisi kota. Ribuan patricius, eques, dan senator dieksekusi mati. Lucius Cornelius Sulla juga menjadi diktator sampai dua kali masa jabatan, dan menjadi sekali menjadi consul. Masa pemerintahannya merupakan pangkal dari krisis dan kemerosotan Republik Romawi.[47]
Olah raga dan hiburan
Ada bermacam-macam kegiatan olahraga bagi kawula muda kota Roma, antara lain olahraga lompat, gulat, tinju, dan balap.[233] Di daerah-daerah pedesaan, orang-orang kaya mengisi waktu senggang dengan kegiatan memancing dan berburu.[234] Bangsa Romawi juga mengenal sejumlah olahraga permainan yang menggunakan bola, antara lain permainan yang mirip dengan olahraga bola tangan Zaman Modern.[233] Permainan-permainan yang menggunakan dadu dan papan, serta berjudi merupakan kegiatan-kegiatan yang digemari orang sebagai pengisi waktu senggang.[233] Kaum perempuan tidak ikut serta dalam kegiatan-kegiatan semacam ini. Bagi para hartawan, pesta-pesta perjamuan merupakan kesempatan untuk menghibur diri. Pesta-pesta semacam ini adakalanya diiringi musik, tari-tarian, dan pembacaan syair.[225] Rakyat jelata kadang-kadang menikmati pesta-pesta serupa yang diselenggarakan oleh perkumpulan-perkumpulan atau serikat-serikat mereka, tetapi bagi sebagian besar masyarakat Romawi Kuno, perjamuan hiburan biasanya berarti acara kumpul-kumpul di kedai-kedai minum yang diselenggarakan oleh atasan atau induk semang mereka.[225] Kanak-kanak Romawi Kuno menghibur diri dengan mainan-mainan serta dolanan-dolanan semisal lompat kangkang melewati punggung teman.[225][234]
Penyandang dana penyelenggaraan lomba-lomba untuk tontonan umum adalah tokoh-tokoh masyarakat yang ingin pamer kebaikan dengan harapan dapat menuai dukungan masyarakat. Pada zaman kekaisaran, penyandang dana lazimnya adalah kaisar. Sejumlah ajang dibangun khusus untuk dijadikan tempat penyelenggaraan lomba-lomba yang ditonton masyarakat umum. Koloseum dibangun pada zaman kekaisaran sebagai tempat penyelenggaraan berbagai kegiatan, antara lain laga gladiator. Pertunjukan adu ketangkasan ini bermula sebagai bagian dari upacara pemakaman sekitar abad ke-4 SM, dan menjadi tontonan kegemaran khalayak ramai pada penghujung zaman republik sampai pada zaman kekaisaran. Para gladiator, yang diperlengkapi aneka bentuk senjata dan zirah, adakalanya bertarung sampai mati, tetapi sering kali hanya sampai dinyatakan menang, tergantung pada keputusan wasit, yang lazimnya menuruti keinginan penonton. Pertunjukan-pertunjukan satwa eksotis juga merupakan sebuah tontonan populer tersendiri, tetapi adakalanya satwa diadu dengan orang, baik petarung profesional yang diperlengkapi senjata maupun terpidana mati tanpa senjata. Sejumlah pertunjukan adu satwa dengan manusia didasarkan pada kisah-kisah dalam mitologi Romawi atau Yunani.
Lomba balap kereta digilai seluruh lapisan masyarakat. Di Roma, lomba-lomba ini lazimnya digelar di Circus Maximus (Gelanggang Akbar), yang memang khusus dibangun sebagai tempat menggelar lomba balap kereta dan pacuan kuda. Sebagai bangunan publik terbesar di kota Roma, Circus Maximus juga digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pesta-pesta rakyat dan pertunjukan-pertunjukan ketangkasan satwa.[235] Circus Maximus mampu menampung sekitar 150.000 penonton.[236] Para pembalap bertanding secara beregu, dan tiap-tiap regu pembalap memakai warna tertentu sebagai ciri khasnya. Di tengah-tengah gelanggang, membujur alang pembatas (spina) yang melandasi tugu-tugu, kuil-kuil, patung-patung, dan alat hitung putaran balap. Jajaran tempat duduk terbaik berada tepat di pinggir jalur pacuan, dan menjadi jatah para senator. Jajaran tempat duduk di belakang para senator adalah jatah kaum eques (kesatria), sementara kaum plebs (rakyat jelata) dan warga asing menempati jajaran tempat duduk selebihnya di belakang kaum eques. Penyandang dana penyelenggaraan lomba balap duduk di panggung tinggi bersama jajaran arca dewa-dewi, sehingga dapat dilihat semua orang. Penonton mempertaruhkan banyak uang dalam judi balap. Ada yang berdoa dan mempersembahkan sesaji kepada dewa-dewi demi kemenangan pembalap jagoannya, ada yang sengaja mengguna-gunai regu lawan agar kalah, dan ada pula penggila-penggila lomba balap yang bergabung membentuk kelompok-kelompok pendukung setia, biang keladi tawuran antarpenonton.
Peradaban Romawi Kuno patut berbangga atas prestasi-prestasi mereka yang mengagumkan di bidang teknologi. Teknologi Romawi Kuno sudah mengalami banyak kemajuan, tetapi terlupakan pada Abad Pertengahan, dan baru ditemukan kembali pada abad ke-19 dan abad ke-20. Salah satu contohnya adalah teknologi kaca isolasi, yang baru ditemukan kembali pada era 1930-an. Banyak inovasi praktis bangsa Romawi yang diadopsi dari rancangan-rancangan terdahulu bangsa Yunani. Kemajuan teknologi bangsa Romawi sering kali terbagi-bagi menurut bidang usaha. Para usahawan menyembunyikan rapat-rapat teknologi-teknologi mereka layaknya rahasia dagang.[237]
Ilmu teknik sipil dan teknik militer Romawi Kuno adalah warisan kedigdayaan teknologi bangsa Romawi, yang telah menghasilkan ratusan jalan raya, jembatan, akuaduk, rumah pemandian, gedung pertunjukan, dan gelanggang pada masa jayanya. Banyak bangunan raksasa, semisal Koloseum, Pont du Gard, dan Pantheum, masih tegak sampai sekarang sebagai bukti nyata betapa majunya ilmu teknik dan kebudayaan bangsa Romawi.
Bangsa Romawi terkenal dengan arsitekturnya, yang disekelompokkan dengan arsitektur Yunani Kuno menjadi "arsitektur klasik". Kendati arsitekrut banyak perbedaan dengan arsitektur Yunani Kuno, arsitektur Romawi banyak sekali menyerap kaidah-kaidah baku Yunani dalam rancangan dan proporsi bangunan. Selain dua kaidah tiang bangunan, yakni kaidah gabungan dan kaidah Toskana, serta kaidah pembuatan kubah, yang diturunkan dari pelengkung Etruski, inovasi bangsa Romawi dalam bidang arsitektur relatif sedikit sampai dengan berakhirnya zaman republik.
Pada abad pertama pra-Masehi, bangsa Romawi mulai banyak memanfaatkan beton dalam pengerjaan bangunan. Adonan perekat berbahan dasar pozolana yang direka cipta pada akhir abad ke-3 SM ini pun segera menggeser kedudukan pualam sebagai bahan bangunan utama bangsa Romawi, dan memungkinkan pengerjaan berbagai macam rancangan arsitektur yang terkesan berani.[238] Pada abad pertama pra-Masehi, Vitruvius menulis De Architectura (Perihal Wastuwidya), yang mungkin sekali merupakan karya tulis lengkap pertama mengenai arsitektur dalam sejarah. Menjelang akhir abad pertama pra-Masehi, bangsa Romawi juga mulai menerapkan teknik tiup kaca, tak lama sesudah teknik ini diciptakan di Suriah sekitar tahun 50 SM. Mosaik-mosaik membanjiri Kekaisaran Romawi sesudah karya-karya seni mosaik Yunani Kuno ditemukan kembali semasa aksi militer Lucius Cornelius Sulla di Yunani.
Dengan landasan yang kukuh dan pengatusan yang baik,[239] jalan-jalan raya Romawi dikenal tahan lama, bahkan banyak bagian dari jaringan jalan raya Romawi yang masih digunakan orang seribu tahun sesudah Roma tumbang. Pembangunan jaringan perhubungan darat yang luas, lancar, dan menjangkau seluruh wilayah kekaisaran secara dramatis meningkatkan ketahanan dan pengaruh Roma. Jaringan perhubungan darat ini mempercepat pergerakan legiun-legiun Romawi bilamana dikerahkan ke lokasi tertentu, bahkan waktu tempuh dari satu tempat ke tempat lain pada musim apa pun dapat diperkirakan dengan jitu.[240] Jaringan jalan-jalan raya juga memiliki andil penting dalam perekonomian, karena mengukuhkan peran Roma sebagai salah satu titik persimpangan jalur-jalur niaga, yang menjadi cikal bakal dari peribahasa "semua jalan menuju ke Roma". Pemerintah Romawi memantau dan merawat stasiun-stasiun perhentian yang disebut cursus publicus. Stasiun-stasiun ini dibangun dengan jarak yang teratur dari stasiun ke stasiun di sepanjang jalan-jalan raya, dan dimanfaatkan sebagai tempat istirahat para kurir. Pemerintah Romawi juga menciptakan sistem ganti kuda di tiap stasiun sehingga kurir dapat menempuh jarak sampai dengan 80 km (50 mil) dalam sehari.
Bangsa Romawi membangun banyak akuaduk untuk menyalurkan air bersih ke kota-kota serta lokasi-lokasi industri, dan sebagai prasarana penunjang usaha pertanian mereka. Pada abad ke-3 M, air bersih untuk kota Roma dipasok oleh 11 akuaduk, rata-rata panjangnya mencapai 450 km (280 mil). Kebanyakan akuaduk dibina di bawah permukaan tanah. Hanya sebagian kecil yang berada di atas permukaan tanah, ditopang barisan tiang berpelengkung.[241][242] Adakalanya, jika kedalaman lembah yang harus dilewati akuaduk melebihi 500 m (1.640 kaki), konstruksi pipa pindah terbalik digunakan untuk mengalirkan air melintasi lembah.[48]
Urusan sanitasi juga sudah sangat maju. Bangsa Romawi terkenal dengan rumah-rumah pemandiannya (therma), yang dimanfaatkan sebagai tempat membersihkan diri maupun ajang pergaulan. Banyak rumah orang Romawi diperlengkapi dengan jamban guyur, jaringan pipa leding dalam ruangan, dan jaringan selokan. Cloaca Maxima adalah gorong-gorong utama pembuangan air genangan rawa-rawa dan limbah rumah tangga ke Sungai Tiber.
Beberapa sejarawan memperkirakan bahwa pipa-pipa timbal yang digunakan dalam jaringan selokan maupun saluran air bersih mengakibatkan keracunan timbal, biang keladi penurunan angka kelahiran dan kondisi kesehatan masyarakat pada umumnya, yang berbuntut pada tumbangnya Roma. Kendati demikian, kandungan timbal dalam air mungkin sekali sangat sedikit karena aliran air dari akuaduk-akuaduk tidak dibendung. Air mengucur tanpa henti lewat pancuran-pancuran di tempat umum maupun rumah-rumah pribadi kemudian mengalir ke selokan. Hanya segelintir orang yang menggunakan keran air kala itu.[243] Penulis-penulis lain juga telah mengutarakan keberatan mereka atas teori ini, seraya menunjukkan bahwa pipa-pipa air Romawi dilapisi endapan tebal yang tentunya mencegah timbal mencemari air.[244]
Romawi Kuno adalah cikal bakal peradaban Dunia Barat.[246][247][248] Adat istiadat, agama, hukum, teknologi, arsitektur, tata negara, militer, kesusastraan, bahasa, aksara, tata pemerintahan, dan berbagai unsur peradaban Dunia Barat lainnya adalah warisan peninggalan bangsa Romawi. Penemuan kembali kebudayaan bangsa Romawi memberi gairah baru bagi peradaban Dunia Barat lewat andilnya yang besar dalam gerakan Renaisans dan Abad Pencerahan.[249][250]
Meskipun ada bermacam-macam karya tulis mengenai sejarah Romawi Kuno, banyak diantaranya yang sudah musnah, sehingga muncul celah-celah kosong dalam sejarah Romawi Kuno, yang ditambal dengan karya-karya tulis kurang andal semisal Historia Augusta dan buku-buku lain yang tidak jelas penulisnya. Kendati demikian, masih ada sejumlah karya tulis tepercaya mengenai sejarah Romawi Kuno yang lestari sampai sekarang.
Para sejarawan perdana menggunakan karya-karya tulis mereka sebagai sarana untuk mengagung-agungkan kebudayaan dan adat istiadat bangsa Romawi. Pada penghujung zaman republik, beberapa sejarawan bahkan sengaja memutarbalikkan sejarah demi menyanjung induk semang mereka, khususnya semasa perseteruan Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla.[251] Gaius Iulius Caesar sendiri menghasilkan karya-karya tulis sejarah guna memastikan seluruh aksi militer yang dipimpinnya di Galia dan semasa perang saudara tercatat selengkapnya-lengkapnya.
Di Kekaisaran Romawi, berkembang penulisan biografi tokoh-tokoh ternama dan kaisar-kaisar perdana, misalnya De Vita Caesarum karangan Suetonius, dan Vitae Parallelae karangan Plutarkos. Pustaka penting lainnya dari zaman kekaisaran adalah karya-karya tulis Livius dan Tacitus.
Templat:Sejarah Italia Minat mengkaji, bahkan mengidealisasi, peradaban Romawi Kuno mengemuka pada masa Renaisans Italia, bahkan berlanjut sampai sekarang. Charles Montesquieu menulis Considérations sur les causes de la grandeur des Romains et de leur décadence (Pendalaman Sebab Musabab Kebesaran Bangsa Romawi dan Kemerosotannya). Karya tulis penting pertama mengenai Romawi Kuno adalah The History of the Decline and Fall of the Roman Empire karangan Edward Gibbon, yang mengkaji peradaban bangsa Romawi mulai dari penghujung abad ke-2 sampai dengan runtuhnya Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 1453.[252] Sama seperti Charles Montesquieu, Edward Gibbon menyanjung-nyanjung kebajikan bangsa Romawi. Barthold Georg Niebuhr, salah seorang pemrakarsa kajian sejarah Romawi Kuno, menulis Römische Geschichte (Sejarah Bangsa Romawi), yang merunut kurun waktu sejarah bangsa Romawi sampai dengan Perang Punik I. Barthold Georg Niebuhr berusaha memperkirakan cara tradisi bangsa Romawi tumbuh dan berkembang. Menurutnya, bangsa Romawi, sama seperti bangsa-bangsa lain, memiliki suatu etos bersejarah yang diwariskan turun-temurun, teristimewa di kalangan ningrat.
Pada Zaman Napoleon, muncul sebuah karya tulis berjudul Histoire des Romains depuis les temps les plus reculés jusqu'à la mort de Théodose (Sejarah Bangsa Romawi Mulai Dari Masa-Masa Terdahulu Sampai Dengan Kemangkatan Theodosius) karangan Victor Duruy. Karya tulis ini menonjolkan Zaman Caesar yang digemari sidang pembaca kala itu. Römische Geschichte (Sejarah Bangsa Romawi), Römisches Staatsrecht (Undang-Undang Romawi) , dan Corpus Inscriptionum Latinarum (Khasanah Prasasti Latin) adalah karya-karya tulis Theodor Mommsen[253] yang merupakan tonggak-tonggak sejarah penting. Di kemudian hari, terbit pula karya tulis Guglielmo Ferrero yang berjudul Grandezza e decadenza di Roma (Kebesaran dan Kemerosotan Roma). Buku terbitan Rusia, Очерки по истории римского землевладения, преимущественно в эпоху Империи (Ocerki po istorii rimskogo zemlevladenia, preimusycestvenno v epoku Imperii, Garis-Garis Besar Sejarah Kepemilikan Tanah Bangsa Romawi, Khususnya Pada Zaman Kekaisaran), karangan Ivan Grevs, memuat informasi mengenai tata kelola usaha Pomponius Atticus, salah seorang pemilik tanah terluas pada akhir zaman republik.
Runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat
Pada akhir abad ke-4 dan abad ke-5, wilayah barat Kekaisaran Romawi memasuki masa genting yang berakhir dengan runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat.[139] Di bawah kepemimpinan kaisar-kaisar terakhir dari wangsa Constantiniana dan wangsa Valentiniana, Roma kalah telak dalam pertempuran melawan Kekaisaran Wangsa Sasan dan suku-suku barbar Germanika. Kaisar Iulianus Si Murtad gugur dalam Pertempuran Samara melawan Persia pada tahun 363, sementara Kaisar Valens gugur dalam Pertempuran Adrianopolis melawan orang Goth pada tahun 378. Sesudah menang perang, orang Goth tidak kunjung dapat dienyahkan maupun berbaur dengan masyarakat Kekaisaran Romawi.[140] Kaisar berikutnya, Theodosius I (379–395), kian memperkukuh agama Kristen, dan setelah ia mangkat, Kekaisaran Romawi dibagi menjadi Kekaisaran Romawi Timur dan Kekaisaran Romawi Barat, masing-masing dipimpin oleh Arcadius dan Honorius, kedua putranya.
Keadaan menjadi kian genting pada tahun 408, sepeninggal Stilicho, senapati yang berikhtiar mempersatukan kembali kekaisaran yang terbagi dua dan berjasa mengusir suku-suku bangsa barbar yang menginvasi wilayah kekaisaran pada tahun-tahun permulaan abad ke-5 M. Angkatan bersenjata lapangan yang profesional hancur berantakan. Pada tahun 410, zaman wangsa Theodosiana, orang Visigoth menyerbu dan menjarah rayah kota Roma.[141] Pada abad ke-5, Kekaisaran Romawi Barat mengalami penyusutan wilayah kedaulatan. Orang Vandal menaklukkan Afrika Utara, orang Visogoth menduduki kawasan selatan Galia, orang Suebi merebut Hispania Galisia, Britania ditelantarkan pemerintah pusat, dan Kekaisaran Romawi dirongrong invasi-invasi Attila, pemimpin orang Hun.[142][143][144][145][146][147] Senapati Orestes menolak memenuhi tuntutan-tuntutan suku-suku barbar "sekutu", yang kala itu merupakan bagian dari angkatan bersenjata kekaisaran, dan berusaha mengusir mereka dari Italia. Tindakan Orestes membuat Odoacer, pemimpin suku-suku barbar sekutu, naik pitam. Odoacer mengalahkan sekaligus menewaskan Orestes, menginvasi Ravenna, dan menggulingkan Kaisar Romulus Augustus, putra Orestes. Peristiwa yang terjadi pada tahun 476 ini biasanya dianggap sebagai tonggak sejarah penanda batas antara Abad Kuno dan Abad Pertengahan.[148][149] Mantan kaisar keturunan ningrat yang digulingkan Orestes, Yulius Nepos, terus memerintah selaku kaisar di Dalmatia, bahkan sesudah penggulingan Romulus Augustus, sampai mangkat pada tahun 480. Beberapa sejarawan berpandangan bahwa Iulius Neposlah Kaisar Romawi Barat yang terakhir, bukan Romulus Augustus.[150]
Setelah merdeka selama kurang lebih 1200 tahun, dan adidaya selama hampir 700 tahun, negara bangsa Romawi di belahan Dunia Barat akhirnya runtuh.[151] Semenjak saat itu pula muncul berbagai macam pendapat mengenai sebab-musabab runtuhnya Roma, antara lain akibat hilangnya bentuk pemerintahan republik, kemerosotan akhlak, tirani militer, perang antargolongan, perbudakan, kemandekan ekonomi, perubahan lingkungan, wabah penyakit, kemerosotan ras Romawi, serta pasang surut yang sudah menjadi suratan takdir semua peradaban. Ketika Kekaisaran Romawi Barat tumbang, banyak di antara kaum pemeluk agama asli mengambinghitamkan agama Kristen dan kemerosotan agama warisan leluhur bangsa Romawi sebagai biang keladinya; sejumlah pemikir rasionalis pada Zaman Modern menyalahkan perubahan dari agama kepahlawanan ke agama anti kekerasan yang menyusutkan jumlah prajurit sebagai biang keladinya; sementara tokoh-tokoh Kristen, semisal Agustinus dari Hipo, berpendapat bahwa lantaran berkubang dalam dosa-dosa, maka bangsa Romawi sendiri yang patut disalahkan.[152]
Kekaisaran Romawi Timur lain lagi nasibnya. Kekaisaran ini bertahan selama hampir 1000 tahun setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat, dan menjadi negara Kristen yang paling stabil sepanjang Abad Pertengahan. Pada abad ke-6, Kaisar Yustinianus I berhasi merebut kembali semenanjung Italia dari orang Ostrogoth, Afrika Utara dari orang Vandal, dan kawasan selatan Hispania dari orang Visigoth. Kendati demikian, beberapa tahun sepeninggal Yustinianus, wilayah kekuasaan Romawi Timur di Italia dipersempit oleh orang Lombardi yang masuk dan bermukim di jazirah itu.[153] Kekaisaran Romawi Timur tetap memegang kekuasaan atas porsi yang cukup signifikan di semenanjung Italia, termasuk kota Roma sendiri di bawah Eksarkat Ravenna, sampai 751 M. Di Timur, dampak wabah Yustinianus dan Perang Romawi–Persia (602–628 M) melemahkan posisi kekaisaran yang membuka gerbang bagi kedatangan Islam. Para pemeluk agama baru tersebut bergerak cepat menaklukkan Syam, Armenia, dan Mesir semasa berlangsungnya perang-perang Arab-Romawi Timur, dan tak lama kemudian mengincar Konstantinopel sendiri.[154][155] Pada abad berikutnya, bangsa Arab juga berhasil menguasai kawasan selatan Italia dan pulau Sisilia.[156] Di sebelah barat wilayah Kekaisaran Romawi Timur, suku-suku Slav juga berhasil menerobos masuk sampai jauh ke Jazirah Balkan.
Meskipun demikian, Kekaisaran Romawi Timur mampu membendung gerak ekspansi Islam ke wilayahnya pada abad ke-8. Bahkan semenjak abad ke-9, Kekaisaran Romawi Timur sanggup pula merebut kembali daerah-daerah yang sudah ditaklukkan bala tentara Islam.[154][157] Pada tahun 1000 M, Kekaisaran Romawi Timur sedang jaya-jayanya. Kaisar Basilius II menaklukkan Bulgaria dan Armenia, kebudayaan dan perniagaan pun berkembang.[158] Namun laju ekspansi mendadak terhenti pada tahun 1071, setelah Romawi Timur terkecundang dalam Pertempuran Manzikert. Kekalahan ini menggiring Kekaisaran Romawi Timur memasuki kurun waktu kemerosotan. Setelah dua dasawarsa dirongrong kemelut di dalam negeri dan invasi orang Turk, Kaisar Alexius I akhirnya meminta pertolongan kerajaan-kerajaan Eropa Barat pada tahun 1095.[154] Eropa Barat menanggapi permintaannya dengan memaklumkan Perang Salib, yang justru berujung pada peristiwa Penjarahan Konstantinopolis oleh laskar-laskar Perang Salib IV. Jatuhnya Konstantinopolis ke tangan laskar-laskar Perang Salib pada tahun 1204 mengakibatkan Kekaisaran Romawi Timur terpecah belah menjadi banyak negara kecil; yang paling kuat di antaranya adalah Kekaisaran Nicaea.[159] Sesudah bala tentara kekaisaran berhasil merebut kembali Konstantinopolis, keadaan Kekaisaran Romawi Timur hanya sedikit lebih bagus dari sekadar sebuah negara Yunani yang terpojok di pesisir Laut Aigea. Kekaisaran Romawi Timur akhirnya runtuh sesudah kota Konstantinopolis ditaklukkan oleh Mehmed Sang Penakluk pada tanggal 29 Mei 1453.[160]
Roma adalah kota terbesar di Kekaisaran Romawi, dengan populasi kira-kira 450.000 sampai hampir satu juta jiwa.[161][162][163] Ruang-ruang publik di kota Roma dibisingkan derap kuda dan gelingsir roda-roda kereta yang terbuat dari besi sampai-sampai Gaius Iulius Caesar pernah mengusulkan agar kereta dilarang berlalu-lalang pada siang hari. Perkiraan sejarah menunjukkan bahwa sekitar 20% dari populasi yang tunduk di bawah daulat Romawi Kuno (25–40%, tergantung tolok ukurnya, di Jazirah Italia)[164] berdiam di kota-kota yang tak terbilang jumlahnya, dengan populasi 10.000 jiwa ke atas, dan di sejumlah permukiman militer; tingkat urbanisasi yang sangat tinggi menurut tolok ukur praindustri. Sebagian besar dari kota-kota ini memiliki forum (alun-alun), kuil-kuil, dan bangunan-bangunan lain seperti yang terdapat di kota Roma. Angka harapan hidup kira-kira 28 tahun.[165]
Cikal bakal asas-asas dan praktik-praktik hukum Romawi Kuno adalah Undang-Undang Dua Belas Loh yang diundangkan pada tahun 449 SM, dan hukum-hukum bangsa Romawi yang dikodifikasikan atas titah Kaisar Iustinianus I sekitar tahun 530 M. Corpus Iuris Civilis (Khazanah Hukum Rakyat), hasil dari pengodifikasian hukum-hukum bangsa Romawi ini tetap diberlakukan pada zaman Kekaisaran Romawi Timur, dan menjadi dasar dari pengodifikasian serupa di kawasan barat daratan Eropa. Hukum Romawi, dalam arti luas, terus diberlakukan di hampir seluruh pelosok Eropa sampai akhir abad ke-17.
Himpunan hukum bangsa Romawi Kuno, sebagaimana termaktub dalam kitab undang-undang hukum Kaisar Iustinianus dan kitab undang-undang hukum Kaisar Theodosius, terdiri atas tiga kelompok utama, yakni Ius Civile, Ius Gentium, dan Ius Naturale. Ius Civile (adat rakyat) adalah serangkaian hukum yang wajib ditaati warga negara Romawi.[166] Praetor Urbanus (penghulu warga kota) adalah pejabat negara yang berwenang mengadili perkara-perkara yang melibatkan warga negara. Ius Gentium (adat bangsa-bangsa) adalah serangkaian hukum yang berlaku bagi orang-orang asing dan urusan-urusannya dengan warga negara Romawi.[167] Praetor Peregrinus (penghulu warga asing) adalah pejabat negara yang berwenang mengadili perkara-perkara yang melibatkan warga negara dan warga asing. Ius Naturale (adat kodrati) adalah serangkaian hukum yang dianggap berlaku bagi seluruh umat manusia.